Melihat 10 Tahun Perkembangan Pasar Modal Indonesia di Era Jokowi
Melihat 10 Tahun Perkembangan Pasar Modal Indonesia di Era Jokowi
20 Okt 202417.14 WIB
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat pada 2014, pasar modal Indonesia mengalami berbagai dinamika yang signifikan. Pasar modal di tangan Jokowi dipenuhi oleh sejumlah tantangan, baik secara global maupun dalam negeri.
Berdasarkan riset Kontan, jumlah emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 939 perusahaan atau bertambah 486 emiten dalam 10 tahun terakhir. Jumlah investor pasar modal (single investor identification/SID) pun tembus 14 juta SID.
Sejalan dengan bertambahnya jumlah emiten, nilai market cap BEI juga terus meningkat. Nilai kapitalisasi pasar tertinggi secara tahunan diraih pada tahun 2024 yaitu Rp 12,967 triliun.
Rekor nilai IPO terbesar dicatatkan oleh Bukalapak.com (BUKA) dengan nilai emisi Rp 21,9 triliun. Total nilai IPO di BEI dalam 10 tahun yang diraih 486 emiten adalah Rp 233,32 triliun.
Pada tahun 2022 dan 2023, dua emiten di BEI menembus nilai kapitalisasi pasar di atas Rp 1.000 triliun. Dua emiten tersebut adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Walaupun jumlah saham baru meningkat, tapi jumlah saham tidur atau gocapan juga semakin banyak. Per 18 Oktober 2024, ada 74 saham yang tercecer di zona gocap (antara Rp 50-Rp 59 per saham).
Sedangkan jumlah saham yang harganya berada di bawah Rp 50 (Rp 1-Rp 49) ada sebanyak 20 saham. Jumlah ini jauh berbeda dari total saham gocap pada tahun 2014 silam, yang sebanyak 23 saham.
Pada akhir perdagangan Jumat (18/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup masa kepemimpinan Jokowi dengan menguat 0,32% ke level 7.760,06. Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi IHSG sudah menguat sekitar 2.720 poin atau meningkat 53,96%.
Kualitas & Kuantitas Emiten
Meskipun ada peningkatan jumlah emiten dan investor selama pemerintahan Jokowi, kualitasnya masih menjadi pertanyaan.
Sederet skandal terkait manipulasi saham, seperti kasus Benny Tjokro dan Heru Hidayat juga menjadi catatan hitam dalam pasar modal Indonesia. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa meskipun secara kuantitas ada peningkatan, kualitas Good Corporate Governance (GCG) masih belum memadai.
Director PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) Reza Priyambada berharap ada peningkatan kualitas perusahaan yang terdaftar di BEI sehingga otoritas tidak hanya mengejar kuantitas semata.
Baca Juga:IHSG Melesat 53,95% di 10 Tahun Pemerintahan Jokowi
"Untuk penerapan GCG ini yang jelas masih ada pekerjaan rumah. Terutama untuk kasus-kasus di pasar modal yang belum terselesaikan," kata Reza kepada Kontan, Sabtu (19/10).
Di samping itu banyak emiten-emiten kecil masuk bursa cenderung menjadi saham gorengan dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini dinilai dapat merugikan para investor ritel.
Reza bilang, dari sisi sekuritas sebagai Penjamin Emisi Efek tentunya harus selektif memilih calon-calon emiten yang dibawanya benar memiliki kinerja dan prospek yang baik bukan sekedar polesan laporan keuangan.
Lalu, dari BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun juga dapat melihat langsung kinerja dari masing-masing perusahaan tersebut sehingga mendapatkan gambaran riil atas kinerja perusahaan tersebut.
Reza menegaskan faktor kualitas dan kuantitas harus tumbuh beriringan. Selain itu, penambahan jumlah investor dengan tujuan meningkatkan investasi portofolio juga perlu ditingkatkan.
"Bukan investor yang memanfaatkan sistem di perusahaan sekuritas untuk mencari celah transaksi yang sebenarnya itu dilarang," ujarnya.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo mengamini kualitas dan kuantitas perusahaan yang terdaftar harus bisa maju bersamaan. Ketika bertambahnya investor baru atau pemula dengan kualitas yang baik, maka bisa meminimalisir fear.
"Sehingga menciptakan transaksi yang sehat di pasar modal," terang Azis kepada Kontan, beberapa waktu lalu.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana menilai fokus bursa pada kualitas harus lebih diutamakan. Menurutnya, bursa yang hanya fokus pada peningkatan jumlah investor atau emiten tanpa memperhatikan kualitas akan rentan terhadap manipulasi pasar, seperti saham gorengan yang dapat merusak integritas pasar modal.
Hendra menilai bahwa regulasi yang lebih ketat perlu diterapkan untuk memastikan bahwa emiten-emiten tersebut layak diperdagangkan secara publik.
"Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan investor, terutama investor ritel yang sering kali menjadi korban dalam saham gorengan," tegas Hendra kepada Kontan,
Maka dari itu, penting bagi bursa untuk memastikan bahwa setiap emiten yang terdaftar memiliki tata kelola yang baik dan transparan.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.