Note

Industri Kreatif & Media Minta Dilibatkan dalam Penyusunan RPP Kesehatan

· Views 36
Industri Kreatif & Media Minta Dilibatkan dalam Penyusunan RPP Kesehatan
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta

Pelaku usaha maupun pekerja media dan industri kreatif mendesak pemerintah agar ikut dilibatkan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan No. 17 Tahun 2023.

Pasalnya di dalam RPP Kesehatan tersebut terdapat sejumlah pasal terkait larangan iklan, promosi, dan sponsorship bagi produk tembakau yang disinyalir akan berdampak negatif pada penggiat dan pekerja media serta industri kreatif.

Koordinator Divisi Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Guruh Riyanto, menyatakan bahwa pemerintah belum melibatkan pihaknya dalam penyusunan RPP Kesehatan. SINDIKASI juga tidak mengetahui secara detail isi aturan di dalam RPP Kesehatan yang rencananya akan segera diterbitkan dalam waktu dekat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara organisasi, kami belum terlibat terkait perancangannya. Kami juga belum membaca dan mempelajari soal (aturan tembakau di) RPP Kesehatan," ujarnya, Minggu (16/6/2024).

Padahal, dari 16 subsektor ekonomi kreatif, setidaknya terdapat enam subsektor yang terkait dengan industri tembakau dari aspek periklanan hingga pembuatan materi konten kreatif. Adapun secara kolektif, enam subsektor ini terancam oleh pasal pelarangan iklan dalam RPP Kesehatan, yang merupakan ladang mata pencaharian bagi 725 ribu pekerja di industri media dan kreatif di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Pada kesempatan terpisah, Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI), M Rafiq, menolak keras pasal-pasal yang terkait pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship bagi produk tembakau dalam RPP Kesehatan. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan maupun industri kreatif sebagai pemangku kepentingan yang terdampak dalam merancang aturan dan pasal-pasal yang identik dengan pelarangan tersebut.

"Kami sudah bersurat berkali-kali kepada pemerintah sebagai inisiator regulasi, namun tidak mendapatkan respons apapun hingga saat ini," katanya.

Rafiq menjelaskan, saat ini, iklan rokok sudah diatur melalui sejumlah regulasi untuk memastikan komunikasi yang ditujukan oleh produsen menjangkau konsumen dewasa (18 tahun ke atas), seperti pada PP Nomor 109 Tahun 2012. Sementara itu, ketentuan tentang iklan rokok juga telah diatur secara detail dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI), yang mana keduanya telah dipatuhi secara disiplin oleh pelaku industri iklan dan kreatif.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Gilang Iskandar, mengungkapkan sejumlah aturan pelarangan terkait iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau tersebut akan berdampak langsung terhadap keberlangsungan industri media, periklanan, dan kreatif di Tanah Air, termasuk sektor pertelevisian. Pasalnya, iklan rokok telah menjadi kontributor utama pendapatan iklan media.

Gilang berpendapat, rencana pelarangan iklan produk tembakau akan mempengaruhi usaha media dan periklanan, di mana dalam setahun rata-rata bisnis media dan periklanan dapat memperoleh sekitar Rp9-10 triliun yang didominasi oleh industri tembakau. Ia juga memperkirakan adanya potensi penurunan yang dapat terjadi jika pembatasan dan penyempitan iklan rokok diberlakukan, maka industri media dan periklanan dapat kehilangan pendapatan hingga Rp9 triliun.

"Perlu dipahami bahwa iklan juga akan menentukan kualitas konten dari media penyiaran. Maka, dampak kerugian yang akan ditimbulkan dengan hilangnya Rp9,1 triliun ini tidak hanya berhenti pada kerugian media penyiaran, namun juga mempengaruhi kualitas siaran hingga kemampuan media memperkerjakan para karyawannya," kata Gilang.

Dari sisi industri kreatif, sebagai industri yang berpotensi terdampak cukup besar dari pembatasan produk tembakau, Sekretaris Jenderal Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Emil Mahyudin, mengatakan sebagian besar bahkan hampir seluruhnya kegiatan konser dan festival musik tidak cukup hanya mengandalkan dari penjualan tiket saja. Namun, salah satunya juga mengandalkan pemasukan sponsor. Dalam hal ini dukungan terbesar yaitu berasal dari industri tembakau.

"Di Indonesia, banyak sekali event yang semuanya terdapat kontribusi dari industri tembakau. Bayangkan kalau kita kehilangan pendapatannya, apalagi industri ini baru saja terdampak oleh Covid-19 dan baru mau pulih kembali," tutupnya.

(rrd/rir)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.