Nasib Bajaj di Ibu Kota, Rela Angkut Sayur-Kasur Demi Bertahan Hidup
Bajaj bisa dibilang menjadi salah satu kendaraan transportasi umum yang sudah sepuh di Jakarta. Kehadiran si roda tiga ini sudah ada di Ibu Kota sejak era Gubernur Ali Sadikin.
Namun seiring berjalannya waktu, bajaj yang sedari awal diperuntukkan hanya untuk mengangkut orang kini sedikit banyak sudah beralih fungsi sebagai 'semi' angkutan barang. Kondisi ini harus dilakukan seiring sepinya penumpang karena kalah melawan orderan ojek online.
Misalkan saja saat detikcom sedang berada di kawasan Stasiun Manggarai pada Kamis (4/7/2024) kemarin. Di tengah padatnya lalu lintas di Jl. Manggarai Utara 1, sesekali terlihat transportasi roda tiga ini melintas.
Uniknya salah satu bajaj yang melintas tidak hanya mengangkut orang saja, tapi juga tumpukan kasur baru yang masih terbungkus plastik diikat di atas kendaraan. Membuatnya jadi kendaraan semi pengangkut kecil kota Jakarta.
Saat berbincang-bincang dengan salah satu sopir bajaj di kawasan itu, Husen (52), dikatakan moda transportasi roda tiga ini memang sering menjadi pilihan para penumpang yang membawa banyak bawaan atau barang besar. Seperti contoh bajaj yang melintas dengan kasur tadi.
Sebab beberapa barang memang sulit untuk diangkut bahkan jika menggunakan mobil biasa. Namun acap kali butuh ongkos yang terlalu mahal atau sayang untuk menyewa mobil pickup hanya untuk membawa barang-barang itu, sehingga bajaj kerap jadi pilihan.
Husen sendiri beberapa kali pernah mendapatkan orderan angkut barang, terutama saat ia melintas atau berada di dekat pasar usai membawa satu dua penumpang dari Stasiun. Menurutnya sebagian besar barang yang diangkut merupakan perabotan.
"Untuk harga biasanya deal-dealan sama yang punya barang. Soalnya kan biasanya lumayan jauh-jauh tuh kalau bawa yang kaya begitu. Kadang bisa kita tembak Rp 100 ribu, bisa Rp 150 ribu, ya tergantung jaraknya juga," ucapnya saat berbincang dengan detikcom.
"Walaupun orangnya sering nggak ikut sama kita, kalau dikasih alamatnya pasti sampai (barang yang dikirim). Jangan kaya dulu saya pernah bawa tikar buat masjid ke Kranji (Bekasi) tapi nggak ada alamat jelasnya, mana waktu itu orangnya misah (tidak naik bajaj yang sama) ketinggalan di belakang, jadi bingung juga kitanya," cerita Husen lagi.
Di sudut kota Jakarta yang lain, sopir bajaj yang biasa mangkal di kawasan Pasar Senen bernama Mulyono (60) juga mengatakan hal serupa. Di mana banyak sopir bajaj kini banyak yang mengangkut barang alih-alih penumpang, termasuk dirinya.
Ia sendiri mengaku memiliki beberapa langganan petugas hotel yang sering membeli bumbu atau bahan segar dari Pasar Senen. Dari langganannya itu Mulyono sering kali hanya mengangkut bumbu masak dan bahan pangan lainnya.
"Biasanya kita ditelepon sama orang hotel, diminta bawa bahan makanan sama bumbu masak dari Pasar Senen. Kalau orangnya sih biasanya misah naik motor. Cuma sekarang sih biasanya mereka juga bawa mobil sendiri jadi jarang dapat (pesan antar barang)," ucapnya.
Sedangkan untuk penumpang yang hanya membawa satu atau dua karung kecil barang dari Pasar Senen, baik itu pakaian atau produk tekstil lain ataupun bahan pangan dari pasar basah di Senen, ia juga sudah biasa angkut.
Menurutnya penumpang yang membawa barang sebanyak ini sangat diwajarkan untuk naik bajaj. Sebab barang-barang itu tidak cukup untuk dibawa dengan motor, tapi nanggung untuk dibawa dengan menyewa atau memesan mobil online.
"Kalau itu sih biasanya ongkosnya sama (dengan penumpang yang tidak membawa banyak barang pada umumnya), normal saja nggak ditambahin. Karena memang sama saja kan kaya mengangkut penumpang biasa," kata Mulyono.
Berbeda lagi dengan sopir bajaj yang biasa mangkal di kawasan Pasar Tanah Abang, Ahyar (65), yang mengaku beberapa toko di pasar memang sering menggunakan bajaj untuk mengangkut produk tekstil hingga berkarung-karung.
Ia sendiri mengaku hanya punya satu toko langganan yang secara rutin, dua minggu sekali, menyewa bajaj miliknya untuk mengantar beberapa karung topi dari Pasar Tanah Abang menuju kawasan Ancol.
"Ada langganan toko satu doang, dia jualan topi gitu kan di Ancol. Jadi dua minggu sekali itu pasti bawa tiga empat karung dari sini ke Ancol. Kalau tiga karung biasanya cukup taruh di belakang semua, itu Rp 90 ribu. Kalau empat karung biasanya satu diikat di atas itu Rp 100 ribu. Rutin tuh kalau itu," ungkap Ahyar.
Meski begitu, seperti peruntukan awalnya, bajaj di kawasan itu sebagian besar masing mengangkut penumpang. Khususnya para pengunjung hingga pegawai toko yang baru pulang, walaupun 'syarat dan ketentuan berlaku' yakni di saat tertentu saja.
"Kalau pegawai pas tutup toko sering tuh naik bajaj, tapi pas tanggal muda saja, kalau tanggal tua biasanya pilih jalan terus naik yang lain. Atau kadang pas hujan kaya gini nih, biasanya ada saja pegawai sampai empat orang patungan naik bajaj, tiga di belakang satu di depan sebelah saya dempet-dempetan semua," jelasnya.
(das/das)Reprinted from detik_id,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.