Harga Gas Murah Diperpanjang untuk 7 Sektor Industri, Pasokan Jadi Tantangan
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai keputusan pemerintah melanjutkan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) alias gas murah US$ 6 per MMBTU bakal menghadapi banyak tantangan. Selain ketersediaan pasokan gas pipa dalam negeri yang terus menurun, tingginya harga Liquid Natural Gas (LNG) sebagai subtitusi gas pipa akan menyulitkan konsumen industri.
Ketua Koordinator Gas Industri KADIN Indonesia Achmad Widjaja mengatakan natural declining atau penurunan produksi telah terjadi secara alami di sejumlah sumber utama gas. Terutama di wilayah Barat yang selama ini memasok sebagian besar industri.
"Saat ini di semua sisi yang disebut industrialisasi di Jawa Barat sudah kurang, di Timur kelebihan. Artinya shifting areanya juga belum clear. Nah proses ini sangat membingungkan buat kita apakah HGBT ini benar-benar bisa diimplementasikan secara volume," kata Achmad yang juga selaku Wakil Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) dalam keterangan tertulis, Jumat (12/7/2024).
Dengan situasi itu, melimpahnya cadangan gas dinilai tidak bisa lagi menjadi acuan utama karena pemerintah, termasuk Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengetahui adanya natural decline tersebut.
"Melimpahnya gas itu bukan jadi suatu topik lagi saat ini karena pemerintah kan juga sudah tahu ada declining sumur yang ada di Sumatera," tuturnya.
Menurut Achmad, yang dibutuhkan saat ini sebenarnya adalah kepastian skema dan kebijakan yang bersifat jangka menengah hingga panjang. "Menurut kita di posisi seperti ini kita bisa tahu apa yang akan menjadi pegangan kita di industri 5 tahun ke depan, 2 tahun ke depan, itu intinya," tegasnya.
Ditambah lagi dengan rencana pemerintah yang juga akan membuka lebih banyak pihak untuk infrastruktur regasifikasi gas alam cair (LNG) di kawasan tertentu. Artinya skema blending price dinilai sebagai sebuah keniscayaan dan tidak bisa dengan sekadar mematok harga murah.
"Jadi PR-nya masih panjang ya, sampai ketemu satu titik antara pemangku kepentingan, duduk bersama ya paling tidak," ucapnya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam kebijakan gas bumi terutama HGBT ini. Terlebih pada akhirnya juga akan mengoptimalkan LNG sebagai solusi terjadinya natural declining.
"Kemampuan fiskal pemerintah sanggup tidak untuk intervensi? Kalau misalkan ICP (Indonesia Crude Price) US$ 100, kita tergantung pada LNG, paling tidak harga LNG-nya sudah US$ 10. Kalau diminta US$ 6 (sesuai HGBT), pemerintah harus intervensi sekitar US$ 4 dan tidak punya bagian sama sekali ya ini di dalam LNG," jelasnya.
Belum lagi jika nantinya bahan baku LNG harus impor penuh. Dalam situasi ini, kata Komaidi, terdapat potensi bahwa pasokan gas ke industri tidak selalu bisa terealisasi.
"Ini yang jauh lebih mengkhawatirkan. Nah karena itu perlu diinformasikan kebijakan yang lebih pas. Kalau hanya kasih HGBT dalam satu sampai dua tahun ke depan, tahun ketiga dan seterusnya menjadi bencana. Saya kira ini pilihan kebijakan yang perlu dikaji ulang," sarannya.
Komaidi berharap seluruh pemangku kepentingan terutama pemerintah menjelaskan situasi sebenarnya. Sebab yang lebih dibutuhkan industri adalah kepastian.
"Sebetulnya perlu jujur sih problemnya apa, kita cari titik optimalnya ada di mana. Saya kira pengguna gas juga tidak akan menolak ketika harga rasionalnya harus US$ 7 (per MMBTU) misalnya, mereka pasti akan sanggup membayar US$ 7," tuturnya.
Pemerintah sebagai fasilitator diyakini bisa berlaku adil untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Kuncinya adalah keadilan untuk seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya industri konsumen gas bumi saja tetapi juga industri hulu, midstream dan downstream migas.
"Problemnya itu ada di mana kita selesaikan. Kalau misalkan dari hulu sampai hilir ada untungnya US$ 4, yang untung itu juga didistribusikan; hulu dapat berapa, tengah dapat berapa, industri pengguna dapat pasokannya dan marginnya dapat berapa. Nah pemerintah sebagai fasilitator atau sebagai wasit, harus adil ke semua pemain," usul Komaidi.
Sebagai informasi, program HGBT menetapkan harga gas bumi US$ 6 per MMBTU kepada 7 sektor industri tertentu. Tujuh sektor penerima HGBT itu meliputi pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
(aid/fdl)Reprinted from detik_id,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.