Note

Pedagang Kecil Resah Ada Larangan Jual Rokok Eceran: Sangat Merugikan!

· Views 20
Pedagang Kecil Resah Ada Larangan Jual Rokok Eceran: Sangat Merugikan!
Ilustrasi - Foto: Ardian Dwi Kurnia
Jakarta

Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (AKRINDO) mengungkapkan kekhawatiran atas terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (PP 28/2024), khususnya terkait pasal pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.

Wakil Ketua Umum AKRINDO Anang Zunaedi menegaskan peraturan tersebut sangat tidak adil dan tidak berpihak pada pedagang kecil. Karena, tidak hanya menekan omzet pedagang ultra mikro hingga koperasi ritel, PP 28/2024 juga menghilangkan kesempatan bagi pelaku usaha kecil untuk dapat bertahan di tengah kondisi ekonomi yang semakin berat.

"Pengaturan ini amat sangat merugikan. Bagaimana pedagang kecil, dan ultra mikro bisa bertahan dengan aturan seperti ini? UMKM khususnya ultra mikro selama ini telah membantu negara yang belum mampu menyediakan lapangan kerja formal dengan menggerakkan ekonomi kerakyatan. Tapi PP 28/2024 justru menekan dan membebani sumber mata pencaharian anggota kami," ujar Anang, dikutip (7/8/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anang juga mempertanyakan adanya pelarangan penjualan produk tembakau dengan penerapan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Menurutnya, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 434 ayat 1 (e) PP 28/2024 tersebut mustahil diimplementasikan di lapangan.

"Seperti apa cara ukurnya? Apa alat ukurnya? Mengapa zonasi ini sasarannya pedagang bukannya pelajar? Bagaimana jika pedagang atau tempat usahanya lebih dulu ada dibandingkan tempat pendidikannya? Lagi-lagi, hal-hal seperti ini yang tidak dipikirkan secara matang," ujarnya

ADVERTISEMENT

AKRINDO berharap pemerintah bijaksana memperhatikan dampak pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP 28/2024 yang justru membelenggu pedagang dengan regulasi yang tidak adil dan berimbang.

"Peraturan ini jelas dapat mematikan mata pencaharian pedagang kecil, ultra mikro, dan pedagang tradisional yang selama ini menjadikan produk tembakau sebagai salah satu tumpuan perputaran ekonomi kami. Rokok adalah produk legal, tapi pengaturannya sangat tidak adil dan diskriminatif. Kami pedagang seolah-olah diposisikan menjual barang terlarang," tegas Anang.

Ia memaparkan bahwa selama ini, bagi 84% pedagang kecil, penjualan produk tembakau berkontribusi signifikan hingga lebih dari 50% dari total penjualan seluruh barang. Penjualan rokok secara eceran merupakan salah satu komoditas yang perputarannya cepat untuk pemasukan toko. Hal inilah yang pada akhirnya turut mendorong sirkulasi penjualan barang lainnya seperti makanan dan minuman.

"Kami memohon perhatian dan perlindungan pemerintah. Kami berharap pembuat kebijakan dapat lebih peka terhadap realitas yang terjadi di lapangan. Bahwa saat ini para pedagang kecil, ultra mikro, hingga pedagang kelontong tradisional berupaya sekuat tenaga untuk bisa terus bertahan dan berdaya saing," pungkas Anang.

Untuk diketahui, AKRINDO lahir sebagai wadah gerakan koperasi di bidang usaha ritel yang didirikan pada 2010. Saat ini, AKRINDO menaungi sekitar 900 koperasi ritel dan 1.050 toko tradisional di Jawa Timur.

Senada dengan Anang Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi) Junaidi mengatakan aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain adalah aturan yang sangat rancu untuk diberlakukan kepada pelaku usaha. Ia menilai aturan tersebut sebagai masalah besar karena menitikberatkan pelarangan hanya kepada pelaku usaha perseorangan.

"Ini sangat tidak etis. Bahkan, sebelum adanya peraturan ini, banyak toko kelontong dan warung kecil lainnya yang sudah berjualan. Jaraknya pun nggak selalu lebih dari 200 meter. Ini bagaimana jadinya? Masa tiba-tiba dilarang?" ujar dia.

Junaidi melanjutkan aturan ini kurang sosialisasi dengan pelaku usaha dan asosiasi lainnya yang menjadi korban utama pelarangan tersebut. Menurutnya, kemunculan dari rencana aturan ini sudah menuai kritik banyak pihak, tidak hanya bagi pelaku usaha, tetapi juga bagi masyarakat yang merasakan dampaknya.

"Aturan ini jelas berisiko apalagi untuk warung kecil. Persentase penjualan rokok untuk satu warung itu bisa sampai 50-80%. Ini besar sekali dan memang produk ini adalah produk yang laku. Bisa dibayangkan kalau aturan ini dijalankan, pasti akan memberatkan kami," jelas dia.

Junaidi menekankan, aturan ini memiliki dampak negatif yang signifikan bagi para pedagang. Ia mengingatkan bahwa pemerintah perlu melihat kondisi di lapangan karena banyak sekali warung kelontong yang sudah lama berjualan di dekat sekolah bahkan sebelum sekolah tersebut ada. Ia Ia menyebut, aturan ini menjadi sangat diskriminatif jika aturannya berimbas hanya untuk perorangan saja.

"Saat ini juga belum ada razia atau pelarangan dari pemerintah. Kalau memang dilarang atau ada razia dalam minggu ini, maka kondisinya akan chaos dan ramai menjadi masalah baru bagi para pedagang," jelasnya.

(ada/kil)

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.