Memeta Bisnis Elnusa (ELSA) di Tengah Era Baru Penurunan Emisi
IDXChannel - Era baru penurunan emisi dimulai saat 195 negara di dunia meratifikasi Perjanjian Paris atau Paris Agreement pada 2016 lalu.
Dokumen perjanjian global tersebut mewajibkan negara-negara bersangkutan untuk berkontribusi dalam menekan dampak perubahan iklim dunia.
Bersamaaan dengan itu, Indonesia mendeklarasikan penurunan emisi menjadi 31,89 persen pada 2030 dengan target dukungan internasional sebesar 43,20 persen dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru.
Janji Indonesia tersebut tentunya perlu dibarengi dengan inovasi dan diversifikasi bisnis dari berbagai industri. Di sektor hulu migas, pemerintah telah menjalankan program low carbon initiative. Di antaranya zero rutin flaring, pengelolaan energi yang efisien dan efektif, serta penurunan emisi dan gas buang.
Dalam implementasinya, ada 15 proyek teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/ Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) yang sedang dikerjakan di Indonesia seperti CCS Gundih Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah dan Sukowati di Jawa Timur.
Sementara itu, proyek yang segera diimplementasikan ada di CCUS Tangguh yang ditargetkan menekan emisi karbon sebesar 25 juta ton CO2 serta mampu meningkatkan produksi gas hingga 300 BSCF pada 2035. Proyek ini ditargetkan on stream di 2026.
Adapun kemampuan Lapangan Abadi menginjeksi CO2 berkisar 71-80 juta ton dan kapasitas penyimpanan 1,2 gigaton. Saat ini studi fase I CCS di Lapangan Abadi Masela telah mencapai 74,2 persen dan studi fase II CCS telah 83,4 persen serta studi CO2 injection pipeline sudah 95,11 persen. Teknologi ini tak hanya menyimpan CO2 tetapi juga memanfaatkannya untuk meningkatkan efisiensi produksi minyak dan gas.
"Pemerintah pada 2023 menerbitkan aturan baru tentang CCS/CCUS dalam bisnis migas. Aturan tersebut menggambarkan CCS dan CCUS sebagai teknologi yang menjanjikan untuk menekan emisi karbon dalam rangka mengejar target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat membuka Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition (Convex) 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (25/7/2023).
Sebagai salah satu negara yang sigap dalam mengimplementasikan CCS/CCUS, Indonesia dinilai perlu menyiapkan kebijakan fiskal, tax credit, kebijakan harga karbon, hingga kesiapan storage carbon. Kemudian secara paralel meningkatkan penggunaan pembangkit listrik rendah karbon dengan memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan.
Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, Indonesia memiliki 600 juta gigaton CCS sehingga akan berkontribusi besar terhadap pencapaian target keberlanjutan global.
Pertamina sendiri memiliki potensi 400 giga pounds CCUS atau semacam rumah untuk karbon dalam mengurangi emisi gas buang dari operasional hulu migas. Karena itu, pihaknya akan bekerja sama dengan Petronas dalam pengembangan CCUS di Blok Masela.
"Ini game changer bagi Indonesia juga. Dengan potensi storage capacity yang juga besar kita miliki hingga 400 giga pounds carbon maka banyak industri yang juga ingin bekerja sama dengan kami untuk pengembangan CCUS," ujar Nicke.
Sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sesuai dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Sejalan dengan itu, anak usaha Pertamina Hulu Energi (PHE) yang tergabung dalam Subholding Upstream Pertamina, PT Elnusa Tbk (ELSA) ikut mengantisipasi perkembangan CCS/CCUS dengan mengkaji peluang pengangkutan emisi karbon.
Apalagi peluang tersebut setali tiga uang dengan lini bisnis utama Elnusa. Sebagaimana diketahui, sektor usaha logistik energi dan distribusi menjadi kontributor terbesar pendapatan Elnusa dengan persentase 55 persen, disusul jasa hulu energi sebesar 35 persen dan jasa penunjang energi sebesar 10 persen.
Jika semua persiapan telah rampung, perseroan akan mulai menjalankan bisnis angkutan Liquefied Natural Gas (LNG) dan CO2 itu pada akhir 2024 atau awal 2025. Berbagai persiapan yang dilakukan di antaranya mempertimbangkan potensi permintaan maupun menyiapkan infrastruktur perkapalan.
Di bidang Petrokimia, Elnusa menyalurkan produk Paraxylene melalui skema Truck Loading pada akhir September 2023. Paraxylene merupakan bahan baku utama untuk memproduksi PTA (Purified Terephthalic Acid) dan Polyethylene Terephthalate (PET) yang dihasilkan dari kilang petrokimia.
PTA sendiri menjadi komponen penting dalam industri tekstil sedangkan PET seriang digunakan sebagai bahan baku kemasan makanan dan minuman. Produk Paraxylene dalam proyek ini disuplai dari Refinery Unit (RU) IV Cilacap dan TPPI Tuban.
Adapun diversifikasi bisnis tersebut merupakan pengembangan usaha dari entitas usaha Elnusa yakni PT Elnusa Petrofin (EPN) yang sebelumnya telah berhasil mengelola proyek dengan skema bisnis Vendor Held Stock (VHS).
Selain itu, Elnusa juga melaksanakan Joint Study Agreement (JSA) untuk mengembangkan teknologi pada sejumlah komponen utama pembangkit listrik panas bumi. Ini dilakukan bersama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT PGAS Solution (PGASOL), dan PT Pertamina Maintenance and Construction (PertaMC) guna meningkatkan peran sumber energi terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik.
Apalagi Indonesia terkendala dalam mempercepat pembangunan energi terbarukan karena kelebihan pasokan listrik yang masih didominasi oleh energi fosil, terutama PLTU. Adapun JSA yang dilakukan nantinya akan menciptakan ekosistem baru di sektor panas bumi yang terjangkau dengan memanfaatkan manufaktur perusahaan energi dan rekayasa teknik (engineering) dalam negeri.
Tak ketinggalan, Elnusa juga merambah sektor energi baru terbarukan dan Electric Vehicle Ecosystem (EV). Perseroan bekerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia atau kerap disebut Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk membangun battery swapping system di Gedung Graha Elnusa.
IBC merupakan konsorsium yang dibentuk oleh empat BUMN yakni PT Pertamina Power Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Indonesia Asahan Aluminium. IBC didirikan dengan tujuan utama untuk mempercepat pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia, sebagai bagian dari upaya negara untuk memanfaatkan sumber daya mineral lokal, seperti nikel, yang merupakan komponen penting dalam pembuatan baterai lithium-ion.
"Meskipun ketergantungan terhadap fossil energy saat ini masih sangat besar, namun new and renewable energy merupakan sasaran yang ingin dicapai oleh banyak negara. Elnusa memiliki strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan pengembangan bisnis melalui renewable energy dan electric vehicle. Kami melihat Elnusa dan IBC memiliki peluang kerja sama yang sangat besar," ujar Direktur Utama Elnusa, Bachtiar Soeria Atmadja di Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Dalam bisnis yang beragam tersebut, Elnusa menyiapkan belanja modal di 2024 sebesar Rp526 miliar. Sebanyak 53 persen dialokasikan untuk jasa hulu, 31 persen untuk jasa distribusi dan logistik energi, 9 persen untuk penunjang hulu serta sisanya untuk pengembangan bisnis.
Sementara itu, belanja modal yang terealisasi mencapai Rp188 miliar atau setara 36 persen dari target tahunan. Anggaran tersebut disalurkan ke segmen bisnis upstream yakni untuk pengadaan Geophone & Promax GRS, HWU Drilling OFS, Mobile Welltest & Wireline Cable.
Sisa anggaran capex akan dialokasikan untuk ketiga segmen bisnis perseroan yakni pada segmen upstream services akan digunakan untuk workover rigs, downhole equipment (CO-Log), cementing, unit CTU, lab cementing, U-Sit & E-Cutter.
"Melalui belanja modal yang disiapkan ini Elnusa berkomitmen untuk siap berinvestasi melakukan pengembangan bisnis yang berkelanjutan dalam mendukung pertumbuhan perusahaan ke depan,” kata Direktur Pengembangan Usaha Elnusa Arief Prasetyo Handoyo, Jumat (1/3/2024).
Kinerja Positif dan Prospek Bisnis Elnusa
Di tengah tantangan ketidakstabilan geopolitik global dan isu climate change pada 2023 lalu, Elnusa mampu membukukan kinerja gemilang dengan raihan laba bersih yang tumbuh sebesar 33,1 persen year on year (yoy).
Perseroan meraup laba bersih Rp503,1 miliar atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp378,1 miliar. Capaian ini ditopang oleh pendapatan yang tumbuh 2,1 persen menjadi Rp12,5 triliun dari periode 2022 yang sebesar Rp12,3 triliun.
Kinerja yang kuat ini berlanjut pada semester I-2024. Di mana Elnusa mencetak laba bersih sebesar Rp442,98 miliar atau tumbuh 77,12 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp250,10 miliar. Begitu pula dengan pendapatan yang juga naik 7,79 persen menjadi Rp6,31 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp5,86 triliun.
Dari sisi raihan kontrak, Elnusa membukukan kenaikan sebesar 20,85 persen menjadi sebesar Rp11,56 triliun pada semester I-2024. Kontribusi terbesar berasal dari distribusi dan logistik dengan porsi 52 persen atau senilai Rp6,06 triliun, upstream 35 persen atau senilai Rp4,03 triliun dan sisanya berasal dari support sebesar 13 persen senilai Rp1,48 triliun.
Direktur Utama Elnusa, Bachtiar Soeria Atmadja optimistis perusahaan bisa meraih laba bersih Rp1 triliun pada akhir 2024 atau 2025 mendatang. Salah satu upaya mencapai target tersebut dengan membuka peluang akuisisi atau penggabungan usaha dengan PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI).
PDSI merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero) yang telah beroperasi selama lebih dari sepuluh tahun di bidang eksplorasi dan eksploitasi pengeboran minyak dan gas bumi, serta panas bumi. Pertamina Drilling juga memberikan pelayanan service pengeboran yang terintegrasi.
Aksi korporasi tersebut akan memberikan sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan pangsa pasar pada segmen produk dan layanan area upstream, meningkatkan kinerja dan aset, efisiensi operasional lewat penggabungan Sumber Daya Manusia (SDM), meningkatkan diversifikasi bisnis ELSA, memperoleh teknologi dan sumber daya baru, serta meningkatkan sentimen positif di pasar.
"Itu akan berdampak pada nilai saham karena valuasi juga akan meningkat,” kata Bachtiar.
Presiden Direktur Kiwoom Sekuritas Indonesia, Changkun Shin melihat Elnusa berada dalam posisi kuat untuk terus berkembang di industri energi lantaran memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan melalui kombinasi layanan komprehensif, strategi diversifikasi, komitmen dan inovasi terhadap keberlanjutan.
"Prospek bisnis ELSA sangat bagus seiring strategi diversifikasi portofolio bisnis yg berjalan dengan baik. Dan terbukti ELSA mampu mencatatkan pertumbuhan kinerja di semester I-2024 dan ada peluang akan berlanjut di paruh kedua tahun ini," tutur Changkun Shin saat dihubungi IDX Channel, Rabu (7/8/2024).
Jika dilihat dari rasio-rasio keuangan yang dimiliki ELSA, prospek bisnis yang besar, dan konsistensi dalam pembagian dividen, maka saham ELSA menawarkan potensi keuntungan yang menarik dalam jangka panjang. Terlebih transisi ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan terus diupayakan oleh Indonesia maupun banyak negara di dunia.
"Jika kita asumsikan EPS disetahunkan berada di 121 dan potensi ELSA bagi dividen di kisaran 40-50 persen, maka bisa menghasilkan potensi dividen yield 10-13 persen (dengan menggunakan harga terakhir 480). Selain itu kondisi valuasi ELSA masih tergolong undervalued karena diperdagangkan di PE forward 3.95x dan PBV 0.75x (last price 480). Bisa direkomendasikan trading Buy dengan TP 500," ujar dia.
(DESI ANGRIANI)
Reprinted from Idxchannel,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.