Pasardana.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut raihan angka penerimaan negara mengalami kontraksi sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun 2023 lalu.
Kata Ani, sapaan akrabnya, hingga Juli 2024, penerimaan negara telah mencapai Rp1.545,4 triliun atau 55,1 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dijabarkan, total penerimaan pajak hingga Juli 2024 mencapai Rp1.045,32 triliun atau setara 52,56 persen dari target APBN.
Tren itu menunjukan kinerja penerimaan negara lebih baik dan mencatatkan pertumbuhan positif dari realisasi sebelumnya.
Tren positif itu, jelas dia, berasal dari penerimaan PPN dan PPnBM yang mengalami pertumbuhan sebesar 7,34 persen secara bruto atau setara Rp 402,16 triliun, serta PBB dan pajak lainnya yang tumbuh sebesar 4,14 persen atau mencapai Rp 10,07 triliun.
Meski begitu, terdapat juga penerimaan pajak yang mengalami kontraksi seperti PPH Non Migas dan PPH migas akibat pelemahan harga komoditas dan penurunan lifting minyak bumi.
“Ekonomi tumbuh meskipun ada beberapa institusi yang menyebabkan penerimaan netonya mengalami penurunan. Namun, dari sisi bruto pertumbuhannya cukup baik,” ungkapnya dalam konferensi APBN Kita di Jakarta, Selasa (13/8).
Menkeu juga melaporkan, berdasarkan jenis pajaknya, mayoritas tumbuh positif seiring dengan aktivitas ekonomi yang terjaga.
PPh 21 tumbuh positif yaitu sebesar 26,6 persen, PPh 22 impor tumbuh 5,6 persen, PPN impor tumbuh 4,5 persen, dan diikuti dengan pertumbuhan dari PPh OP, PPH 26, PPH final dan PPN DN.
Dimana, pertumbuhan ini menunjukkan kegiatan ekonomi yang terus bergerak.
Selain penerimaan pajak, Menkeu juga menyampaikan penerimaan negara yang berasal dari bea dan cukai yang mencapai Rp 154,4 triliun atau setara 48,1 dari total target APBN 2024.
Meski begitu, penerimaan bea dan cukai menunjukkan perkembangan yang bervariasi.
Dirinya menyebut, bea masuk tumbuh positif sebesar 2,1 persen atau Rp 29,0 triliun dikarenakan nilai impor yang meningkat.
Penerimaan bea keluar juga mengalami pertumbuhan tinggi sebesar Rp9,3 triliun atau tumbuh 58,1 persen secara year on year (yoy).
“Kontribusi terbesar berasal dari tembaga yang tumbuh 928 persen. Namun, untuk sawit, penerimaan masih menurun 60 persen karena harga CPO (Crude Palm Oil) turun 5,9 persen year on year dari US$865 menjadi US$814 per ton, dan volume ekspor turun 15,48 persen dari 24,01 juta ton menjadi 20,29 juta ton,” ujar Menkeu.
Hot
No comment on record. Start new comment.