Asosiasi Sebut Aturan Kemasan Rokok Polos Bisa Bikin Industri Kreatif Lesu
Pemerintah berencana menekan prevalensi perokok anak melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tidak tepat. Salah satu usulan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang paling disoroti saat ini yaitu standardisasi kemasan atau kemasan rokok polos tanpa merek yang dianggap akan berimbas ke dalam ekosistem industri pertembakauan. Salah satunya industri kreatif yang telah menjadi lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja.
Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto mengatakan selama ini produk tembakau menjadi penyumbang pendapatan terbesar bagi periklanan, yang mana jika aturan pembatasan iklan diberlakukan yaitu dengan zonasi iklan media luar ruang radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, maka keberadaan pengusaha dan tenaga kerjanya akan terancam.
"PP ini telah dan sudah mempengaruhi revenue kawan-kawan karena perpanjangan iklan sekarang sudah mundur, termasuk untuk memasang baru. Kepastian hukum dan definisi hukum radius 500 meter harus dijelaskan karena kalau dilihat, jarak 500 meter sendiri tak ada lagi blind spot dan seperti melarang total. Padahal tembakau adalah produk yang sah dan legal dikonsumsi," kata dia dalam keterangannya, ditulis Minggu (22/9/2024).
Janoe juga menilai adanya aturan baru inisiatif Kemenkes yakni kemasan rokok polos tanpa merek menjadi polemik baru bagi perusahaan yang menjalankan usahanya secara legal. Menurut Janoe, identitas sebuah merek atau brand terletak dari kemasannya sehingga informasi yang semestinya diketahui konsumen, menjadi hilang bersamaan dengan hak perusahaan tembakau untuk berusaha, menjual dan memasarkan produknya ke publik.
Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya (AMLI) Fabianus Bernadi menjelaskan selama ini industri media luar ruang sudah terdampak sejak Kemenkes menginisiasi PP 28/2024 tahun lalu.
"Sekarang ada turunan PP 28 khusus kemasan polos yaitu RPMK di mana ada bagian pengamanan produk tembakau dan elektrik lewat kemasan rokok polos tanpa merek. Kalau produk tembakau ini tak ada identitas, lalu apa yang mau diiklankan? Ini justru malah menghilangkan poin penting dari suatu iklan," ucapnya.
Fabianus memaparkan dari 79% pengiklan yang boleh mengiklankan produk tembakau, 86 persen akan terdampak langsung dari aturan ini. Terdapat penurunan pendapatan sekitar 50 persen dan aturan yang belum disahkan ini sebelumnya telah menekan bisnis iklan media luar ruang yang menggunakan sistem sewa 6 bulan sampai setahun kedepan. Fabianus juga menyayangkan pembatasan penayangan iklan di Videotron yang disamakan dengan TV yaitu hanya di jam 00.00-05.00 pagi.
"Kontribusi iklan media luar ruang ke PAD cukup besar. Oleh karena itu kami akan membuat pernyataan bersama berdasarkan data yang sudah dikaji bersama dengan pelaku usaha luar kota, DPI dan beberapa bidang legal kita. Kita menyatakan pernyataan bersama," tegasnya.
Direktur Manajemen Industri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Syaifullah Agam sepakat bahwa masukan publik, baik dari sisi pro maupun kontra, perlu untuk disuarakan. Termasuk jika berbagai pihak merasa dirugikan dari suatu kebijakan, maka mereka berhak mengajukan keberatannya dan mencari win win solution-nya seperti apa.
"Dalam membuat kebijakan yang mengatur masyarakat, harusnya ada public hearing dan ada langkah ke depannya, ini penting untuk melibatkan semua pihak. Kita yang dirugikan membutuhkan audiensi untuk melihat naskahnya karena itu mereveal kenapa dibuat begitu, ada alasannya. Ini yang mungkin bisa di challenge," ujarnya.
Syaiful juga menyoroti dampak yang akan terjadi jika kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan karena ini akan meningkatkan produk ilegal yang dapat dengan mudah membuat produk polosan. Padahal menurutnya, brand merupakan citra dari suatu produk yang sulit dibangun dengan biaya yang tidak kecil juga.
"Kita perlu mencari solusi yang bisa memberikan kenyamanan seluruh pihak. Karena tujuan dari ini seperti yang disampaikan semestinya bukan untuk membatasi tapi untuk mendorong kesehatan masyarakat. Karena jika begitu, nanti yang ada malah merugikan banyak pihak. Ini bisa dilakukan dengan komunikasi dan mencoba peluang yang bisa dimanfaatkan," jelas dia.
(kil/kil)Reprinted from detik_id,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.