Pasardana.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mendukung pemerintah Indonesia dalam proses aksesi OECD dengan memberikan regulasi penangkapan penyuap asing.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, OECD mensyaratkan berbagai program kriminalisasi atau penangkapan pejabat-pejabat asing pelaku penyuapan (foreign bribery).
Gufron bilang, upaya ini selaras dengan lembaga Indonesia yang belum punya peraturan mengenai suap pejabat asing.
KPK sendiri berkomitmen untuk meratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention against Corruption/UNCAC) 2003.
“(Upaya) Ini sesungguhnya juga selaras dengan komitmen KPK dan bangsa Indonesia dengan ratifikasi UNCAC 2003, yang salah satunya adalah kebutuhan kita untuk mengkriminalisasi penyuapan terhadap sektor ataupun pejabat asing yang di undang-undang korupsi kita belum ada,” katanya dalam konpers Rakornas OECD dan Peluncuran Portal Aksesi OECD, Jakarta, Kamis (3/10).
Selain itu, upaya ini juga akan memenuhi persyaratan Indonesia dalam aksesi OECD sekaligus pemenuhan ratifikasi UU 7/2006 yang meratifikasi UNCAC 2003.
Pihaknya pun siap mendukung pemerintah Indonesia untuk ‘total football’ dalam proses aksesi keanggotaan OECD.
KPK berharap, upaya ini tidak semata untuk menyesuaikan standar regulasi Indonesia dengan internasional secara beradap.
Namun juga jadi komitmen nyata pemerintah Indonesia dalam menyejajarkan layanan publik beserta iklim usahanya dengan negara maju yang akan datang.
“Kami harap mudah-mudahan, sekali lagi, ini adalah bagian dari komitmen bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” sebutnya.
Untuk diketahui, suatu negara harus memenuhi beberapa persyaratan utama terkait pemberantasan korupsi agar dapat bergabung dengan OECD.
Negara harus mengesahkan dan menerapkan Konvensi OECD tentang Pemberantasan Penyuapan.
Negara juga wajib memiliki kebijakan anti korupsi yang tegas, termasuk transparansi dalam pengadaan, perlindungan pelapor, dan pengawasan konflik kepentingan.
Negara calon anggota juga harus memiliki sistem hukum yang mampu menindak tegas pelaku korupsi.
Kemudian, negara harus aktif berkolaborasi dengan negara anggota OECD lainnya dalam memerangi korupsi.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan di negara tersebut harus mengadopsi kode etik anti suap. Negara anggota akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap standar anti korupsi OECD.
Sejumlah persyaratan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa negara anggota OECD memiliki komitmen kuat terhadap tata kelola yang baik, transparansi, dan integritas.
Sementara itu, dijelaskan Gufron, dalam struktur proses aksesi OECD, pihaknya akan bergerak pada dua posisi utama.
Yang pertama, KPK sebagai ketua bidang perbaikan tata kelola perusahaan. Kedua, ketua bidang antikorupsi yaitu foreign bribery atau suap terhadap pejabat-pejabat asing.
“Itu adalah dua yang dilimpahkan keketuaannya kepada KPK,” ucap dia.
Tak berhenti sampai disitu, KPK juga menjadi anggota di dua hal, yakni persaingan usaha yang sehat dan pelayanan publik.
Secara konkret, KPK juga telah melakukan beberapa kegiatan dalam menjalankan hal ini.
Misal, pada Maret 2024, KPK sudah bertandang ke kantor OECD di Paris, Prancis, sambil melakukan beberapa diskusi.
Bahkan, OECD juga sudah mendatangkan ahli ke Indonesia yang bekerja sama dan berkolabolasi dengan tim KPK untuk melakukan proses-proses pembenahan pada Juni 2024.
“Dan di November yang akan datang, KPK juga akan memenuhi undangan ke Paris, untuk memaparkan hal-hal yang bersifat progres pelayanan publik dan perbaikan-perbaikan ke depan yang telah dilakukan,” bebernya.
Hot
No comment on record. Start new comment.