Pasardana.id - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim hampir merampungkan proses pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Moga Simatupang mengungkapkan, proses pembayaran rafaksi tersebut hingga kini masih terus berjalan.
“Sudah hampir 90-an persen (utang dibayarkan),” ujar dia di Kantor Kemendag, Senin (07/10).
Moga bilang, dari 54 pelaku usaha yang diutangi pemerintah, tersisa tujuh perusahaan yang belum dituntaskan proses pelunasannya.
"Masih ada tujuh perusahaan lagi (yang belum dibayar) karena masih menyesuaikan hasil verifikasi dari Sucofindo," imbuhnya.
Ia pun optimis, kalau proses pelunasan utang tersebut dapat dilakukan secara menyeluruh sebelum masa kepemimpinan Presiden Jokowi berakhir.
"Ya, selama produsennya itu menyepakati hasil verifikasi dari surveyor, itu selesai. Masalahnya, kan mereka masih ada selisih yang perlu disesuaikan kembali," ucapnya.
Moga merasa urusan utang-piutang tersebut tidak perlu dibawa hingga pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan secara resmi dilantik pada 20 Oktober mendatang.
Sebab, apabila terjadi ketidakpuasan atas hasil verifikasi dari rapat koordinasi, produsen dapat langsung mengajukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Karena kan di situ hasil rapat koordinasi, kalau memang produsen itu tidak puas, kan dengan hasil verifikasi bisa ke PTUN,” tegasnya.
Sebagai informasi, akar dari persoalan utang-piutang itu berawal dari usulan Kemendag akan program satu harga minyak goreng pada 2022.
Saat itu, Produsen minyak goreng dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendapat tugas untuk menjual minyak goreng murah, di mana saat itu harga komoditas tersebut sangat mahal.
Kemudia, Kemendag mengusulkan diberlakukannya program minyak goreng satu harga senilai Rp 14 ribu per liter dengan mempertimbangkan harga minyak sawit mentah yang sedang melambung akibat stoknya yang seret.
Kebijakan tersebut kemudian termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022, yang salah satunya mengatur minyak goreng satu harga.
Di dalamnya, disebutkan bahwa Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang akan menanggung selisih biaya produksi dan penjualan alias rafaksi.
Meski begitu, tak lama setelahnya, aturan itu dicabut dan diganti dengan skema harga eceran tertinggi atau HET senilai Rp 11.500 per liter untuk minyak curah dan Rp 14 ribu per liter untuk minyak kemasan premium.
Hal ini menyisakan utang pemerintah kepada produsen yang belum terbayarkan selama hampir dua tahun terakhir.
Berdasarkan hasil verifikasi Sucofindo, nominal utang yang harus dibayarkan pemerintah kepada produsen minyak goreng dan pengusaha yang terdiri dari ritel modern maupun tradisional adalah sebesar Rp 474 miliar yang dibayarkan melalui dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Hot
No comment on record. Start new comment.