Pasardana.id - Sebagai negara maritim yang 62 persennya wilayahnya adalah perairan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan Indonesia masuk dalam 10 negara besar pengekspor perikanan di dunia.
Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan, Ishartini berharap, dalam kurun waktu 5 tahun ke depan atau 2029, target tersebut dapat tercapai.
Dia menerangkan, Indonesia berada di peringkat ke-13 dengan berdasarkan data impor ITC Trademap per September 2024.
Indonesia memberikan kontribusi 3,03 persen dan total ekspor sebesar 5,63 miliar dolar AS pada 2023.
Angka ini lebih rendah dibanding 5 negara teratas seperti Tiongkok, Norwegia, Ekuador, Chili, dan Vietnam.
Tiongkok, sebagai negara terbesar eksportir perikanan dunia, memegang 11,18 persen shares penjualan perikanan dunia dengan nilai transaksi mencapai 20,68 miliar dolar AS.
“Ini tentu jadi fokus utama perhatian kita sehingga kita nanti bisa tingkatkan ranking 10 negara besar eksportir di dunia,” kata Ishartini dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (24/10).
Ishartini mengungkap, komoditas perikanan yang laris di pasar dunia adalah ikan trout, salmon, udang, tuna, tongkol, cakalang, cumi-cumi, sotong, gurita, hingga kepiting atau rajungan. Komoditas inilah yang paling diminati pada 2023, baik dalam bentuk segar atau dingin, fillet, beku, dan hidup.
"Kemudian disusul oleh udang, tuna, tongkol dan cakalang, cumi-cumi, sotong, gurita, tepung, tepung kasar, pellet, kepiting atau rajungan, dan Cod," bebernya.
Ishartini mengakui, jika Indonesia tidak memiliki trout dan salmon. Akan tetapi, pemerintah akan fokus pada komoditas lain untuk meningkatkan hasil perikanan Indonesia ke pasar global.
“Untuk target ekspor tentu ini target 5 tahun, 2025-2029,” ungkapnya.
Tidak selalu berjalan mulus, Ishartini mengatakan, banyak tantangan untuk menjadikan Indonesia sebagai top 10 eksportir perikanan di dunia.
Di antaranya, hambatan ekspor baik bersifat tarif maupun non-tarif.
Untuk hambatan non-tarif tidak lepas dari masalah penjaminan mutu.
Dia bilang, hal ini yang banyak ditangani oleh Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan.
“Ini yang banyak ditangani oleh Badan Mutu. Salah satunya tadi mengenai kepatuhan (compliance) terhadap mutu. Ada juga compliance untuk pengelolaan perikanan. Jadi permintaan untuk ikan ini diambil dari perairan yang ada sustainable fisheries, ada fisheries management di sana," ungkapnya.
Ia mencontohkan, Indonesia masih dikenakan tarif ekspor sebesar 20 persen ke Uni Eropa.
“Itu yang jadi tantangan kita sehingga tentu penjaminan mutu harus dimulai sejak hulu,” ungkapnya.
Hot
No comment on record. Start new comment.