Pasardana.id - Di tengah cepatnya perubahan global dan tekanan untuk beralih menuju praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab, kebutuhan akan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK) di Indonesia semakin mendesak.
Tuntutan terhadap perusahaan kini tidak hanya sekadar mencetak keuntungan, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan yang mencakup dampak lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG).
Perusahaan, terutama yang terdaftar di pasar modal, kini berada di bawah pengawasan ketat dari para investor.
Mereka tidak hanya diminta menyediakan laporan keuangan tetapi juga informasi keberlanjutan yang relevan dengan kondisi dan kinerja perusahaan.
Tren global menunjukkan bahwa investor domestik dan asing, terutama institusi, semakin mempertimbangkan aspek keberlanjutan dalam pengambilan keputusan investasi mereka.
Hal tersebut, antara lain menjadi faktor pendorong Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) meluncurkan Peta Jalan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK) sebagai langkah awal sebelum penyusunan laporan dan penerapan SPK.
“Peta Jalan SPK ini akan menjadi arah dan panduan strategis dalam menjalankan komitmen untuk menyusun dan menerapkan SPK yang merujuk pada standar keberlanjutan yang diterbitkan International Sustainability Standard Board (ISSB),” ujar Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Ardan Adiperdana seperti dilansir dalam keterangan tertulis, Selasa (03/12).
Urgensi SPK
Produk pasar modal yang bertema keberlanjutan, seperti green bonds dan sustainability linked bonds, juga terus berkembang.
Untuk tetap menarik bagi investor, perusahaan perlu menunjukkan transparansi dalam mengelola isu keberlanjutan.
Hal ini menjadi lebih penting mengingat peran signifikan investor asing di pasar modal Indonesia.
Selain itu, kreditor internasional juga mulai mewajibkan informasi keberlanjutan dalam proses pengajuan pendanaan.
Data ini digunakan untuk menilai dampak iklim dan isu keberlanjutan lain terhadap kondisi keuangan perusahaan.
Aspek keberlanjutan juga menjadi perhatian dalam investasi langsung asing (Foreign Direct Investment/FDI).
Investor internasional kini mensyaratkan informasi keberlanjutan sebagai bagian dari evaluasi risiko dan peluang investasi mereka di suatu negara.
Selain investasi, keberlanjutan juga memengaruhi aktivitas perdagangan domestik dan internasional.
Mitra bisnis di rantai pasok domestik telah mulai meminta informasi keberlanjutan dari perusahaan rekanannya.
Sementara itu, eksportir Indonesia menghadapi persyaratan serupa dari mitra internasional untuk memenuhi standar keberlanjutan global.
Ketidaksiapan dalam memenuhi tuntutan ini dapat berdampak langsung pada daya saing perusahaan di pasar internasional, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja ekspor nasional.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan keberlanjutan bukan hanya tanggung jawab individu perusahaan, tetapi juga berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Sebagai presidensi G20 tahun 2022, Indonesia berhasil mendorong pengakuan terhadap ISSB melalui G20 Bali Leaders’ Declaration.
Dalam deklarasi tersebut, para pemimpin G20 menyatakan dukungan terhadap penyusunan ISSB Standards sebagai dasar untuk pengungkapan keberlanjutan global yang konsisten, dapat dibandingkan, dan andal.
Dukungan ini mencerminkan komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan global, yang juga diperkuat melalui penerbitan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) untuk menargetkan penurunan emisi karbon nasional.
Adapun IAI mengambil langkah proaktif untuk berperan dalam inisiatif keberlanjutan global dengan komitmen menyusun Standar Pengungkapan Keberlanjutan (SPK) yang merujuk pada ISSB Standards sebagai standar penyusunan laporan keberlanjutan untuk tujuan umum di Indonesia.
Sebagai inisiatif baru yang membutuhkan ekosistem laporan keuangan yang mendukung dan memadai, hal ini membutuhkan panduan strategis dalam penyusunan dan penerapan SPK di Indonesia.
IAI menerbitkan Peta Jalan SPK sebagai langkah awal sebelum penyusunan dan penerapan SPK.
Proses penyusunan Peta Jalan SPK dilakukan sepanjang tahun 2024 dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Awal tahun 2024, kajian awal dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengungkapan keberlanjutan dan penyusunan kerangka awal dari Dokumen Konsultasi Publik Peta Jalan SPK.
Pada Maret 2024, dilakukan FGD dengan regulator, entitas pelapor, kreditor, investor, akademisi, dan NGO.
Sepanjang Maret hingga September dilakukan dialog dengan berbagai lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, OJK, IFRS Foundation, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, PLN, dan lain lain.
Proses ini mencerminkan pendekatan inklusif dan kolaboratif, memastikan dokumen yang dihasilkan relevan dengan kebutuhan nasional dan selaras dengan perkembangan internasional.
Ketua Dewan Pemantau Standar Keberlanjutan (DPSK) IAI, Rosita Uli Sinaga mengatakan, dalam Peta Jalan SPK IAI menyampaikan dua strategi utama dalam penerapan SPK sebagai dasar penyusunan laporan keberlanjutan, yaitu: 1) Laporan keberlanjutan sesuai SPK mencakup informasi terkait iklim dimana informasi keberlanjutan selain iklim (beyond climate) bersifat sukarela; dan 2) SPK sebagai dasar penyusunan pengungkapan keberlanjutan direncanakan akan berlaku efektif pada 1 Januari 2027 dengan opsi untuk penerapan lebih awal.
“Peta jalan ini merupakan sebuah langkah strategis untuk membantu perusahaan menghadapi dinamika ekonomi dan keberlanjutan. Dengan panduan strategis ini, perusahaan dapat lebih siap untuk menghubungkan informasi keberlanjutan dengan kinerja keuangan mereka, sekaligus memenuhi harapan pemangku kepentingan global,” tandas Rosita.
Hot
No comment on record. Start new comment.