Industri Otomotif Lesu, Upah Kecil Juga Jadi Biang Kerok

Turunannya daya beli kelas menengah jadi salah satu faktor utama dari melemahnya industri otomotif. Turunnya daya beli ini dipengaruhi oleh menurunnya produktivitas tenaga kerja, yang menggambarkan gaji real dari para pekerja.
Pengamat ekonomi, Raden Pardede, mengungkapkan data sejak 2019, pertumbuhan produktivitas pekerja tercatat lebih rendah dari kenaikan inflasi. Inilah yang juga jadi salah satu penyebab industri otomotif turun kelas dan cuma jalan di tempat.
"Kalau saya tunjukkan di sini mungkin kecil-kecil sekali, ya (produktivitas pekerja). Itu adalah labor productivity, kemudian dibandingkan dengan kenaikan inflasi. Kalau labor productivity lebih rendah daripada kenaikan inflasi, berarti terjadi deteriorasi dari daya beli," papar Raden dalam acara Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah, di Kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (14/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak cuma itu, Raden merinci penyebab melempemnya industri otomotif Tanah Air yakni juga meliputi inflasi yang tinggi, melambatnya pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, naik atau turunnya nilai tukar mata uang asing, suku bunga, keterbatasan pembiayaan, dan regulasi dari pemerintah.
"Saya tidak melihat masalah insentif menjadi yang utama. Yang utamanya itu adalah yang tadi (turunnya daya beli kelas menengah). Itu core daripada problem-nya. Jadi, bagaimana supaya kelas menengah kita banyak, supaya pekerjaan kita makin bagus dengan gaji yang bagus. Itulah sebetulnya inti dari kenapa terjadi stagnansi dari penjualan mobil," papar Raden.
Raden merinci lebih jauh, jumlah produksi mobil masih sempat mengalami peningkatan hingga sebelum masa pandemi Covid-19, meskipun penjualan mobil di Indonesia stagnan atau bahkan cenderung turun.
"Terjadi juga kenaikan daripada ekspor completely built up (CBU), tetapi akhir-akhir ini mulai stagnan. Ke depannya, seperti yang kita semua tahu, dengan Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), kemungkinan besar akan semakin sulit. Karena beliau menerapkan tarif yang tinggi sekali," tambahnya.
Dari tantangan-tantangan yang ada, Raden mengatakan pemerintah telah mencoba membuat kebijakan yang mungkin sifatnya sementara, seperti penerapan insentif. Hal ini lantaran daya beli masyarakat yang menjadi faktor penting dalam mengerek penjualan kendaraan.
"Seperti yang saya katakan, ending-nya adalah daya beli masyarakat. Kalau kita percaya dengan visi 2045, berarti punya masa depan yang sangat tinggi. Dengan catatan, jangan hanya dilihat pertumbuhan ekonominya, tetapi harus melihat kelas menengahnya. Di visi 2045 disebutkan ingin menaikkan kelas menengah menjadi 80%, berarti 80% masyarakat Indonesia akan mampu membeli mobil dan membeli rumah," tandasnya.
(fdl/fdl)Reprinted from detik_id,the copyright all reserved by the original author.
Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.
FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com
Hot
No comment on record. Start new comment.