Pasardana.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya menyegel proyek reklamasi ilegal yang dilakukan oleh PT CPS di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Adapun penyegelan ini dilakukan karena proyek tersebut tak sesuai dengan izin yang diajukan ke KKP.
Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin mengatakan, pada 28 Januari 2025, Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (Polsus PWP3K) bersama Tim Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Dirjen PKRL) KKP melakukan pemantauan ulang terhadap lokasi kegiatan yang sebelumnya dilaporkan melakukan reklamasi di luar izin yang diberikan.
"Hasil pengawasan menunjukkan tidak ada aktivitas yang berlangsung di lokasi tersebut. Petugas hanya menemukan sejumlah pekerja berjaga dan alat berat yang tidak beroperasi," ucap Doni melalui keterangan resminya pada Rabu, (29/1).
Karena itu, untuk memastikan kalau kegiatan tersebut dihentikan sepenuhnya, maka KKP memasang spanduk penghentian kegiatan yang disaksikan langsung oleh perwakilan PT CPS.
Doni menyampaikan, pemantauan ulang ini merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan lapangan pada 20 Januari 2025, di mana ditemukan aktivitas reklamasi berupa galian dan urugan substrat seluas kurang lebih 18 meter persegi.
Reklamasi tersebut akan digunakan untuk kolam labuh dan sandar kapal.
Aktivitas tersebut, imbuh Doni, melanggar ketentuan dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang diterbitkan pada 12 Juli 2024.
Izin tersebut hanya mencakup pembangunan cottage apung dan dermaga wisata di area seluas 180 hektare.
"Untuk memastikan kepatuhan dan mencegah pelanggaran serupa, KKP telah menjadwalkan pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak PT CPS pada 30 Januari 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk mendalami dugaan pelanggaran dan menentukan sanksi administratif sesuai ketentuan," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Sakti Trenggono mengatakan, ada indikasi penyalahgunaan izin dalam pembangunan pondok wisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Setelah viral, kasus ini langsung mencuat karena berpotensi adanya penyalahgunaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KPPRL).
Selain itu, aktivitas perusakan mangrove dan penimbunan pantai sudah dikeluhkan masyarakat di Pulau Pari sejak November 2024 lalu.
Mereka bahkan menghadang alat berat yang dipakai perusahaan untuk menggusur mangrove dan menguruk pantai.
Pulau Pari dengan penduduk 3.800-an jiwa mengalami banjir rob dan abrasi, sehingga pada 2021 warga di wilayah gugusan Pulau Pari, yang terdiri dari Pulau Tikus, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, Pulau Burung, Pulau Biawak serta Pulau Pari menanam mangrove.
Hasilnya, dalam 3 tahun tumbuh 40 ribuan mangrove di lahan 1,37 hektare di sekitar Pulau Biawak.
Namun, pada November 2024, PT CPS membangun pondok wisata di Pulau Biawak dan merusak ribuan mangrove.
Hot
No comment on record. Start new comment.