Note

Prospek Sektor Perbankan di Tengah Sorotan Likuiditas

· Views 13
Prospek Sektor Perbankan di Tengah Sorotan Likuiditas
Prospek Sektor Perbankan di Tengah Sorotan Likuiditas. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Kondisi likuiditas sektor perbankan Indonesia masih dirasa ketat meskipun Bank Indonesia (BI) baru-baru ini menurunkan imbal hasil Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi 6,955 persen.

Berdasarkan penjelasan Verdhana Sekuritas dalam riset pada 20 Januari 2025, penurunan tersebut belum cukup signifikan untuk meringankan tekanan likuiditas di sektor perbankan, terutama di bank-bank besar yang memiliki konsentrasi likuiditas yang tinggi.

Baca Juga:
Prospek Sektor Perbankan di Tengah Sorotan Likuiditas FKS Food Sejahtera (AISA) Memperbesar Segmen Pasar Makanan Pedas

“Menurut kami, secara umum, likuiditas dalam sistem perbankan masih terbatas, terutama jika mempertimbangkan konsentrasi likuiditas di bank-bank besar,” kata analis Verdhana Sekuritas.

Rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio atau LDR) sistem perbankan Indonesia tercatat sekitar 88 persen, sementara bank-bank kelas menengah memiliki rasio LDR yang lebih tinggi, sekitar 91 persen.

Baca Juga:
Prospek Sektor Perbankan di Tengah Sorotan Likuiditas TOTL Sukses Raih Kontrak Baru Rp5,08 Triliun di 2024

Dalam situasi ini, Verdhana Sekuritas menyarankan agar BI mempertimbangkan pengurangan cadangan wajib minimum (GWM) untuk simpanan rupiah, dari 9 persen menjadi 3-5 persen.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar di sistem perbankan, menurunkan biaya pendanaan bank, serta membantu menurunkan suku bunga kredit. Setiap pengurangan 1 persen pada GWM diperkirakan dapat menambah likuiditas hingga Rp90 triliun.

Baca Juga:
Prospek Sektor Perbankan di Tengah Sorotan Likuiditas Axiata Lepas Kepemilikan, Ini Rencana Bisnis Link Net (LINK) 

Meski ada tantangan likuiditas yang ketat, prospek keuntungan bank-bank besar Indonesia di 2025 diprediksi lebih baik dibandingkan 2024.

Dengan proyeksi pertumbuhan kredit yang lebih lambat, ketatnya likuiditas tidak diperkirakan memperburuk kinerja bank-bank besar tersebut, dan stabilitas margin bunga bersih (NIM) diperkirakan tetap terjaga.

“Secara khusus, kami berpendapat bahwa dengan pedoman dari bank-bank besar yang mengindikasikan pertumbuhan pinjaman yang lebih lambat pada 2025 dibandingkan 2024, likuiditas sistem perbankan yang ketat seharusnya tidak akan memburuk,” ujar analis Verdhana.

Dalam catatan terbaru Verdhana, broker tersebut menganalisis tren rasio penghapusbukuan atau penghapusan pinjaman (write-off) bulanan dari bank-bank besar sebagai indikator kualitas aset di masa depan.

Tingginya tingkat write-off dapat menyebabkan biaya kredit yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil evaluasi untuk bank pada November 2024, Verdhana melihat tren penghapusan pinjaman yang bervariasi.

Secara umum, BBCA, BMRI, dan BRI menunjukkan perbaikan, sementara BBRI stabil meski masih tinggi di sekitar 3,3 persen.

Hal ini menunjukkan, biaya kredit ke depan bisa lebih stabil, yang berpotensi meningkatkan prediktabilitas pendapatan bank.

Verdhana mempertahankan pandangan positif jangka panjang terhadap sektor perbankan Indonesia, dengan preferensi pada bank-bank besar, dengan BBCA sebagai pilihan utama di sektor ini.

Saham Pilihan

Menurut Verdhana Sekuritas, beberapa bank besar Indonesia diprediksi mencatatkan kinerja positif pada 2025. BBCA misalnya, diperkirakan mencapai target harga saham Rp13.200 per saham dengan rasio nilai buku per saham (Price to Book atau P/B) pada 5,4 kali dan rasio harga terhadap laba (Price to Earnings atau P/E) pada 26,9 kali di 2025.

Risiko utama yang dapat mempengaruhi kinerja saham BBCA antara lain tren ekonomi yang memburuk, kompetisi likuiditas yang semakin ketat, serta kemungkinan kenaikan biaya kredit dan operasional.

Kemudian, BMRI diperkirakan mencapai target harga saham Rp8.700, dengan rasio P/B 2,5 kali dan P/E 12,6 kali pada 2025. Risiko yang dihadapi BMRI mencakup ketidakpastian tren ekonomi, potensi intervensi pemerintah, serta kompetisi likuiditas yang semakin ketat.

Sementara itu, BBRI diperkirakan mencapai target harga saham Rp5.400, dengan rasio P/B 2,5 kali dan P/E 13,1 kali pada 2025.

Risiko yang dapat mempengaruhi BBRI antara lain perubahan regulasi yang tidak menguntungkan serta ketatnya persaingan likuiditas, yang dapat meningkatkan biaya pendanaan dan biaya kredit.

BBNI diperkirakan mencapai target harga Rp6.600, dengan rasio P/B 1,4 kali dan P/E 10,7 kali pada 2025. Risiko yang dapat mempengaruhi BBNI meliputi tren ekonomi yang memburuk, perubahan regulasi, dan kompetisi likuiditas yang lebih ketat.

Selain empat bank besar di atas, BRIS diperkirakan mencatatkan target harga saham Rp3.800, dengan rasio P/B 3,3 kali dan P/E 22,0 kali pada 2025. Risiko utama bagi BRIS adalah perubahan manajemen hingga tingginya biaya operasional. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Disclaimer: The content above represents only the views of the author or guest. It does not represent any views or positions of FOLLOWME and does not mean that FOLLOWME agrees with its statement or description, nor does it constitute any investment advice. For all actions taken by visitors based on information provided by the FOLLOWME community, the community does not assume any form of liability unless otherwise expressly promised in writing.

FOLLOWME Trading Community Website: https://www.followme.com

If you like, reward to support.
avatar

Hot

No comment on record. Start new comment.